Ada hal yang menarik dari sidang perkara pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Antasari Azhar mantan ketua KPK.
Antasari dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum karena 10 (sepuluh) alasan yang sangat memberatkan.
Salah satu alasannya adalah karena ” yang dibunuh adalah pejabat BUMN “.
Ini mencerminkan begitu pentingnya nilai seorang pejabat/karyawan BUMN dimata jaksa penuntut umum.
Terus apa hubungannya cerita ini dengan masalah yang ada di BUMN perusahaan kita ini ???
Saat ini karyawan (100 orang lebih) di tempat kita, lagi mengalami tekanan psikologis akibat ada hak hak nya (sesuai aturan yang harus berlaku) belum (tidak ?) dipenuhi oleh perusahaan kita yang BUMN juga.
Di antara para karyawan itu pun juga banyak yang pejabat.
Betapa sakitnya hati ini, ketika merasa hak nya tidak dipenuhi.
Menyakiti banyak orang kalau ditimbang timbang nilainya relatif tidak jauh dengan membunuh satu orang.
Bahkan ada pendapat yang cukup konyol, dari pada disakiti terus menerus mending dibunuh sekalian.
Tapi fakta di BUMN kita sebenarnya tidaklah separah itu.
Pengelola BUMN adalah orang orang yang terpilih dan bekerja dengan sangat profesional.
Usaha usaha Direksi untuk menyenangkan karyawan sudah banyak dilakukan, misalnya langkah/usaha untuk memprioritaskan mencicil/melunasi hak karyawan yang telah memasuki usia pensiun, mengadakan pesta ulang tahun perusahaan (walau terlambat) dengan menyembelih sapi, membenahi lingkungan kerja yang sudah tidak sehat, dan lain sebagainya.
Tapi kenapa masih ada perselisihan dengan Serikat Pekerja ?
Menurut pengamatan SP ini hanya disebabkan oleh faktor kurang beraninya direksi “mengambil keputusan” karena selalu dibayangi oleh likuiditas perusahaan yang katanya tidak memungkinkan.
Suatu hal yang kontradiksi bila ada perusahaan yang dinyatakan untung tapi punya masalah perselisihan hak dengan karyawannya.
Langkah yang ditempuh oleh SP untuk menyelesaikan masalah hak ini lewat tripartit / PHI , adalah proses ” perjuangan tanpa harus dengan demo (mengerahkan masa karyawan) ” seperti yang pernah dilakukan SP di masa lampau.
Biarlah proses tersebut yang akan membuktikan kalau yang namanya hak tidak akan hilang ketika kewajiban sudah selesai dilaksanakan.
Alangkah baiknya kalau “pengambilan keputusan” dijalankan oleh Perusahaan saat dilakukan mediasi ( tripartit ) dari pada ” diputuskan ” oleh Pengadilan Hubungan Industrial.
BUMN yang plat merah ini harus tetap memberikan contoh yang baik untuk bangsa dan negara kita yang tercinta.
BUMN yang juga menganut ” good corporate governance ” , harus mengambil keputusan dengan mengikuti ketentuan / hukum / undang-undang yang berlaku.
Kebijakan untuk tidak menyesuaikan gaji sesuai ketentuan PKB yang berlaku , adalah keputusan yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan No. 13 Th. 2003 Pasal 126 ayat 1 , dimana ” Pengusaha , serikat pekerja / serikat buruh, dan pekerja / buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) “.
Keputusan tersebut bukanlah “kebijakan”, dan itu adalah suatu “ketidak bijakan”.