Take Home Pay ( THP ) tenaga ahli profesional di dunia Konsultan umumnya mengacu kepada Billing Rate yang dibayarkan oleh Pengguna Jasa ( Owner ) .
THP yang diterima tenaga ahli berkisar antara 35 % s/d 50 % Billing Rate ( BR ) tergantung sikon dan kesepakatan / kontrak antara Perusahaan Konsultan dengan tenaga ahli tersebut, ini diluar fasilaitas lain yang ada di proyek seperti housing , transport , duty travel, OSA ( out station allowance ).
Tetapi buat tenaga ahli tetap ( bukan kontrak ) pada suatu perusahaan THP ini ada yang dipatok persentasenya , patokan 40 % BR untuk setiap Proyek membuat tenaga ahli menjadi kurang merasa kurang mantap setiap mau terjun ke Proyek. Karena BR di tiap Proyek untuk setap personil / setiap posisi tidak akan sama, hal ini sangat tergantung pada proses tender dimana perusahaan yang ikut tender umumnya menurunkan ( banting ) harga agar bisa memenangkan tender tersebut.
Filosofi menurunkan harga saat tender tersebut sebenarnya adalah mengurangi keuntungan perusahaan dengan tetap masih bisa menyelesaikan pekerjaan tanpa menurunkan kualitas dan kuantitas produk sesuai yang diharapkan pada TOR pekerjaan tersebut.
Dengan patokan persentase tetap tersebut THP tenaga ahli tetap menjadi bervariabel padahal tuntutan produk tetap ( tidak bisa turun ) tetapi THP yang diterima bisa turun jika dibanding THP sebelumnya.
Idealnya THP pegawai tetap semakin senior ya semakin besar ( paling tidak untuk pekerjaan yang sama ya jangan sampai turun ).
Lain halnya untuk tenaga ahli tidak tetap , karena untuk setiap proyek baru sebelumnya mereka bisa bernegosiasi.
Ini harus menjadi pemikiran pihak manajemen , bagaimana sebaiknya menghargai tenaga ahli profesional yang dimilikinya. Kesepakatan antara SP-KKBK dengan Manajemen BK aturan THP untuk tenaga ahli tetap tersebut mau disempurnakan , tim yang menyusun formula tersebut sudah lama dibentuk, tapi tidak ada tanda tanda akan segera menghasilkan suatu formula, ini adalah salah satu gambaran kinerja BUMN yang kurang profesional dimana menyelesaikan masalah intern saja lambat , lalu bagaimana nanti menyelesaikan masalah extern yang lebih banyak tantangannya ???
Inilah akibatnya kalau Direksi / Manajemen tidak pernah berpengalaman menjadi Tenaga Ahli Profesional yang bertugas lama di Proyek dan di luar Kota Jakarta / Luar Jawa , sehingga tidak bisa merasakan susahnya jadi ujung tombak perusahaan yang harus bekerja di proyek jauh dari keluarga.
Sekedar informasi kalau urusan pisah sama keluarga jangan dipakai alasan buat negosiasi THP dengan Direksi BK……. lha dirutnya aja hidup di Jakarta jauh dari isterinya yang ada di Malang, apa lagi direktur 1 nya yang hidup tanpa suami sedangkan anak satu-satunya ada di luar negeri.
Sebaiknya kita tunggu saja formula THP yang sedang disusun oleh manajemen BK.